No. 24 Partai Persatuan Pembangunan

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Terima kasih atas kunjungan ke blog PPP Kec. Cicurug. Blog ini bertujuan untuk memperluas pengetahuan kader & simpatisan PPP di Kec. Cicurug khususnya dan bagi kader & simpatisan PPP Kab. Sukabumi secara umum.
Apabila terdapat saran dan masukan dapat ditujukan ke email ppp_cicurug@yahoo.co.id.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


28 Juli 2009

Putusan MA Runyamkan Hasil Pilpres, Mega dan JK Tidak Sah Jadi Capres

27-07-2009 08:29 WIB

Sumber : radar-bogor.co.id

JAKARTA - Keputusan Mahkamah Agung (MA) menghapus penetapan kursi caleg terpilih pada penghitungan tahap kedua, membuat kondisi politik semakin runyam.

Putusan MA bukan hanya berdampak pada kursi caleg terpilih di DPR-RI, namun juga berdampak pada keabsahan pasangan capres dan cawapres yang diusung PDIP, Partai Golkar, Partai Hanura dan Partai Gerindra karena tidak memenuhi syarat mengajukan pasangan capres dan cawapares.

“Dengan begitu kedua pasangan ini tidak sah dalam Pilpres 2009,” ungkap Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Irgan Chairul Mahfudz, seusai mengadakan jumpa pers bersama Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Minggu (26/7).

Karena itu, keputusan MA membuat kondisi perpolitikan di negeri ini semakin parah. “Gambaran seperti ini adalah kebohongan final. Ini yang kita khawatirkan sejak awal,” kata Irgan.

Penegasan senada juga diungkapkan anggota Fraksi PKS DPR-RI Agus Purnomo. Dia berkeyakinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut.

“Kalau keputusan MA ini dilaksanakan KPU, maka berkonsekuensi pidana. Bila tidak dilaksanakan, maka tidak berdampak apa pun. Sebaiknya KPU tidak melaksanakannya karena berisiko tinggi. Bila tetap melaksanakannya, sebaiknya tidak berlaku surut,” kata Agus Purnomo.

Menurut Agus, bila KPU tetap menjalankan keputusan MA, maka hasil pilpres akan menjadi rusuh. Bahkan, lanjut Agus, akan ada pengaruh terhadap administrasi pilpres yang sudah berjalan.

Misalkan, pencalonan Mega-Prabowo menjadi tidak sah karena jumlah kursi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerindra hanya 110 kursi. “Apalagi JK-Wiranto yang tidak mencapai seratus kursi,” tandasnya. (yan)

24 Juli 2009

MA Batalkan Perhitungan Tahap Dua, Perolehan Kursi DPR Kacau

Sumber : radar-bogor.co.id

JAKARTA - Mekanisme penetapan perolehan kursi DPR kembali memicu polemik. Itu terjadi setelah Mahkamah Agung (MA) kembali membatalkan model penghitungan kursi tahap kedua yang terdapat di Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 pada pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat 1 dan 3. Sebelumnya, MA membatalkan penghitungan kursi tahap ketiga.

Pembatalan itu dilakukan karena dianggap bertentangan dengan UU Pemilu Nomkor 10 Tahun 2008 pasal 205 ayat 4. Konsekuensi putusan MA pada 18 Juli itu cukup berat. Peta caleg terpilih bakal berubah total. Sebab, KPU diharuskan merevisi Keputusan KPU No. 259/Kpts/KPU/2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Pemilu Legislatif.
Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Legislatif Ferry Mursyidan Baldan menyayangkan putusan MA tersebut. Terlebih, pemilu tidak lagi menjadi domain MA. Sebab, semua sengketa yang berkaitan dengan hasil pemilu merupakan domain Mahkamah Konstitusi (MK). “Ini menjadi beban baru yang akan membuat rumit dan merusak hasil pemilu,” katanya di gedung DPR, Senayan, kemarin (23/7).
Tapi, permohonan hak uji materiil itu berkaitan dengan sistem, bukan sengketa hasil. “Pada dasarnya, semua ini masih berhubungan dengan sengketa hasil pemilu. Pihak yang mengajukan permohonan uji materiil kan orang-orang yang merasa dirugikan,” jawab Ferry.
Permohonan uji materiil memang diajukan sejumlah caleg dari Partai Demokrat. Mereka, antara lain Zaenal Ma’arif (dapil Jateng V), Yosef B. Badoeda (dapil NTT I), M. Utomo A Karim (dapil Jatim VII) dan Mirda Rasyid (dapil Lampung I).
Mereka merasa dirugikan mekanisme penghitungan tahap kedua. Saat ini KPU mengatur, sisa kursi di suatu dapil yang tak terbagi habis di tahap pertama akan dibagikan kepada parpol yang memiliki sisa suara dari penghitungan tahap pertama sekurang-kurangnya 50 persen dari bilangan pembagi pemilih (BPP) DPR.
Parpol lain yang suaranya tak mencapai BPP, asal jumlahnya 50 persen BPP bisa mengikuti proses itu. Jadi, kalau masih ada sisa, kursi tersebut akan diperebutkan parpol-parpol yang sisa suaranya mencapai 50 persen BPP atau parpol yang suaranya mencapai 50 persen BPP tapi tak bisa mengikuti tahap I. Nah, Zaenal Ma’arif Cs menganggap KPU salah menerapkan UU Pemilu.
Menurut mereka, dalam penghitungan tahap kedua KPU seharusnya membagikan sisa kursi kepada parpol-parpol yang suaranya mencapai BPP dan memiliki sisa suara dari penghitungan tahap pertama. Kalau masih ada sisa kursi, tetap dalam rangkaian tahap kedua baru diberikan kepada parpol yang perolehan suaranya tidak mencapai BPP penuh tapi 50 persen BPP. Jadi, misalnya, ada sisa lima kursi. Sementara di suatu dapil, ada tiga parpol yang mencapai BPP dan punya sisa suara dari penghitungan tahap pertama, tiga kursi diberikan langsung kepada tiga parpol itu. Adapun dua kursi yang tersisa diberikan kepada parpol yang suara aslinya hanya mencapai 50 persen BPP. Kalau tidak ada, sisa dua kursi itu dihitung di tahap ketiga.
“Bayangkan, ada parpol A mendapat suara 14 ribu. Parpol B suaranya 6 ribu. BPP di dapilnya 10 ribu. Kalau ikut hitungan KPU, parpol A dapat 1 kursi, parpol B juga 1 kursi dari tahap kedua. Di mana keadilannya?” kata Zaenal ketika dihubungi.(pri/aga)

22 Juli 2009

Wakil Walikota Bogor Jadi Tersangka

Sumber : Pakuan Raya Online, 22 Juli 2009

BOGOR - Kursi Wakil Walikota (Wawali) Bogor sungguh panas. Dua orang yang duduk di kursi Wawali Bogor harus berurusan dengan hukum. Lima tahun lalu HM Sahid Wawali Bogor harus meninggalkan kursinya karena dihukum dalam kasus skandal APBD Tahun 2002.
Kini, Ahmad Ru’yat, juga harus berurusan dengan hukum karena kasus serupa. Wawali dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini ternyata sudah ditetapkan sebagai tersangka Skandal APBD Kota Bogor tahun 2002 senilai Rp 6,8 miliar oleh Kejaksaan Negeri Kota Bogor.
Penetapan tersangka tersebut berkaitan dengan statusnya sebagai anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004 dan berdasarkan surat perintah penyidikan yang diterbitkan Kepala Kejaksaan Negeri Bogor, Andi Mohamad Taufik dengan Nomor: Print-1181/0.2.12/Fd.1/06/2009 tanggal 29 Juni 2009. Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejaksaan Negeri Kota Bogor, Helmi saat dikonfirmasi Pakar melalui telepon genggamnya semalam tidak membantah penetapan Wakil Walikota Bogor, Ahmad Ru`yat sebagai tersangka.
“Ahmad Ru’yat memang telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pemeriksaan sebelumnya. Jadi, bukan karena baru-baru ini. Saat ini kita (Kejari Bogor.red) juga telah melayangkan surat ke presiden untuk melakukan pemeriksaan,” terang Kasipidsus Kejari, Helmi. Terhitung sampai saat ini, sudah tujuh orang mantan anggota DPRD periode 1999-2004 yang diperiksa Kejari Bogor. Di antaranya Didi Wiardi, Ahmad Rohili, Hotman Damanik, TB Raflimukti, Iman Sudarta, Toga Hutabarat dan Supardi. Penyidik tersebut mengatakan, penetapan status tersangka kepada Ru’yat yang kini menjabat sebagai Wakil Walikota Bogor memang sengaja tidak dipublikasikan secara terbuka. Pasalnya, kejaksaan saat ini lebih memprioritaskan proses pemeriksaan terlebih dulu.
Sumber Pakar lain di Kejari Bogor mengatakan, Wakil Walikota, Ahmad Ru’yat disebut-sebut bakal mendapat giliran pemeriksaan paling akhir. Sebab, pemeriksaan masih terkendala dengan izin presiden. “Yang pasti saat ini Kejari Bogor sudah mengirimkan surat ke Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono untuk lakukan pemeriksaan. Ketentuan itu masih berlaku bagi pejabat eksekutif maupun legislatif yang masih aktif. Bila setelah 60 hari surat yang dikirimkan masih belum ada tanggapan, kita (Kejari.red) akan tetap akan lakukan pemeriksaan,” tukas penyidik. Ru’yat sendiri berkali-kali bungkam jika ditanya wartawan Pakar soal dugaan keterlibatannya dalam skandal APBD tahun 2002.=EKO/DED